Situs Edukasi | Educational Norjatar

Meruntuhkan Mitos Matematika “Menakutkan” Menjadi “Menyenangkan”

MERUNTUHKAN MITOS MATEMATIKA “MENAKUTKAN” MENJADI “MENYENANGKAN”

Mendengarkan kata ”Matematika”, kebanyakan orang akan mencicipi sesuatu yang tak menyenangkan. Mereka akan membayangkan angka-angka yang rumit dan susah dipecahkan, terbayang rumus-rumus yang sulit dihapal dan dimengerti. Matematika juga sering dipahami sebagai sesuatu yang mutlak sehingga seperti tidak ada kemungkinan cara menjawab yang berbeda terhadap suatu masalah. Matematika dipahami sebagai sesuatu yang serba pasti. Siswa yang mencar ilmu di sekolah pun mendapatkan pelajaran matematika sebagai sesuatu yang mesti sempurna dan sedikitpun tak boleh salah. Sehingga matematika menjadi beban dan bahkan menjadi sesuatu yang menakutkan.
Banyak mitos menyesatkan mengenai matematika. Mitos-mitos salah ini memberi andil besar dalam membuat sebagian masyarakat merasa alergi bahkan tidak menyukai matematika. Akibatnya, lebih banyak didominasi siswa kita menerima nilai jelek untuk bidang studi ini, bukan karena tidak mampu, melainkan karena semenjak awal sudah merasa alergi dan takut sehingga tidak pernah atau malas untuk mempelajari matematika. Meski banyak ”mitos” sesat yang sudah mengakar dan membuat persepsi negatif terhadap matematika, antara lain:
1. Matematika ialah ilmu hafalan dari sekian banyak rumus. Mitos ini membuat siswa malas mempelajari matematika dan akibatnya tidak mengerti apa-apa perihal matematika. Padahal, sejatinya matematika bukanlah ilmu menghafal rumus, karena tanpa memahami konsep, rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat. Sebagai contoh, ada soal berikut, “Basri merakit sebuah mesin 6 jam lebih usang daripada Abrar. Jika tolong-menolong mereka sanggup merakit sebuah mesin dalam waktu 4 jam, berapa usang waktu yang diharapkan oleh Abrar untuk merakit sebuah mesin sendirian ?”. Seorang yang hafal rumus persamaan kuadrat tidak akan bisa menjawab soal tersebut apabila tidak bisa memodelkan soal tersebut ke dalam bentuk persamaan kuadrat. Sesungguhnya, hanya sedikit rumus matematika yang perlu (tapi tidak harus) dihapal, sedangkan sebagian besar rumus lain tidak perlu dihafal, melainkan cukup dimengerti konsepnya. Salah satu contoh, jikalau siswa mengerti konsep anatomi bentuk irisan kerucut, maka lebih dari 90 persen rumus-rumus irisan kerucut tidak perlu dihafal.

2. Matematika ialah ilmu abnormal dan tidak bekerjasama dengan realita. Mitos ini jelas-jelas salah kaprah, karena fakta mengatakan bahwa matematika sangat realistis. Dalam arti, matematika merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. Contoh paling sederhana ialah solusi dari Leonhard Euler, matematikawan Prancis, terhadap kasus Jembatan Konisberg. Selain itu, hampir di semua sektor, teknologi, ekonomi dan bahkan sosial, matematika berperan secara signifikan. Robot cerdas yang bisa berpikir berisikan agenda yang disebut sistem pakar (expert system) yang didasarkan kepada konsep Fuzzy Matematika. Hitungan aerodinamis pesawat terbang dan konsep GPS juga dilandaskan kepada konsep model matematika, geometri, dan kalkulus. Hampir semua teori-teori ekonomi dan perbankan modern diciptakan melalui matematika.
3. Matematika ialah ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Anggapan ini terperinci keliru. Meski balasan (solusi) matematika terasa eksak karena solusinya tunggal, tidak berarti matematika kaku dan membosankan. Walau balasan (solusi) hanya satu (tunggal), cara atau metode menuntaskan soal matematika sebetulnya boleh bermacam-macam.
TOT (Training of Trainers) Module Implementation Team (MIT) Paket Adaptasi Matematika Kohort II DBE2 Sulawesi Selatan (Makassar, Pinrang, Sidrap, Luwu) yang digelar tanggal 13 hingga 17 Januari 2009  di Makassar, setidaknya menjawab dan meruntuhkan mitos-mitos yang berkembang selama ini di tengah-tengah hiruk pikuk pembelajaran matematika, terutama di Sekolah Dasar. Matematika yang dimitoskan banyak orang dibedah oleh 41 penerima yang terdiri dari Master Teacher Trainer, Pemandu Bidang Studi Matematika, Dosen-Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah maupun Dosen Universitas Negeri Makassar, Widiyaiswara LPMP, Pengawas Pendidikan Depag, Distric Learning Coordinator (DLC) DBE2 Sul-Sel yang menghasilkan beberapa point penting yang akan diimplemetasiukan pada Pelatihan Tim Sekolah (PTS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah(K3S),maupun Kelompok Kerja Guru (KKG) hingga Bantuan Profesional Sekolah (BPS) atau Pembimbing, untuk menghasilkan pembelajaran Matematika yang menyenangkan, dan tidak membosankan.
Tujuan TOT adalah: menghasilkan tujuan dan prosedur pembinaan serta isi paket pembiasaan Matematikan kepada penerima pembinaan (MIT); Meningkatkan kemampuan MIT sebagai fasilitator Paket Adaptasi Matematika., Mensimulasikan seluruh sesi/topik Paket Adaptasi Matematika untuk PTS, K3S, KKG dan BPS, serta Action Plan. Dengan mengusung Topik Pelatihan, antara lain: Pembelajaran Matematika bernuansa PAKEM; Hakikat dan Tujuan Pembelajaran Matematika; Permainan Matematika; Teori-Teori Belajar Matematika; Model Pembelajaran Matematikia; Pembelajaran Matematika Berbasis ICT; Pembelajaran Remedial dan Pengayaan; Alat Peraga Murah, Pemberdayaan sekolah; Penilaian pembelajaran Matematika; Belajar matematika yang Menyenangkan.
Sehubungan dengan apriori berlebihan terhadap matematika, terdapat beberapa penyebab diantaranya ialah adanya pemfokusan yang berlebihan pada penghafalan rumus, kecepatan menghitung, metode pengajaran yang diktatorial (kurang bervariasi) dalam proses mencar ilmu dan mengajar matematika. Untuk mengatasi hal ini, yang sangat berperan penting ialah guru matematika, yang harus bisa mengubah metode pengajarannya untuk siswa dalam proses mencar ilmu mengajar tanpa mengesampingkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang pembelajaran matematika. Demikian pernyataan yang disampaikan Darwing Paduppai dan Amir Daud disela-sela penyajian bahan TOT.
Tujuan jangka pendek dari pembelajaran matematika ialah siswa diharapkan sanggup memahami bahan matematika yang dipelajarinya dan sanggup menggunakannnya pada pelajaran lain atau kehidupan faktual dan bekal untuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Tujuan jangka panjangnya ialah siswa sanggup mengambil ”nilai-nilai matematika” dan mengaplikasikannya untuk kehidupan. Nilai-nilai yang dimaksud ialah penalaran, kedisiplinan, kejujuran, kebertanggung jawaban, kesetiakawanan dan lain-lain.
Matematika tidak lagi hanya terfokus pada hitungan aritmatika semata tetapi matematika tetapi lebih kepada kebijaksanaan sehat yang memakai logika. Matematika bukan hanya sekedar aktifitas penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Belajar matematika pada zaman kini harus aplikatif dan sesuai dengan kebutuhan hidup. Matematika hendaknya harus bersahabat dngan topik dan problem yang bersahabat dengan kehidupan sehari-hari (bagaimana anak memaknai matematika). Salah satu cara biar anak cinta pada matematika ialah membiasakan anak menemukan konsep matematika melalui permainan dan suasana yang santai. Siswa mempelajari matematika melalui pengalaman pengajaran yang disediakan oleh gurunya. Sehingga guru harus tahu dan benar-benar memahami matematika yang mereka ajarkan serta memahami bagaimana cara siswanya mempelajari matematika sehingga sanggup memotivasi mereka dalam membentuk kebiasaan mencar ilmu yang efektif dan efisien, sebagaimana yang diungkapkan Muhammad Darwis, Ketua Jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar.
Memang tidak ada suatu standar yang baku dalam mengajar matematika, tetapi guru perlu mengukur apakah cara mereka mengajar sudah benar-benar efektif sesuai dengan siswa yang dihadapinya pada ketika tertentu. Jenjang Profesionalitas juga berfungsi sebagai alat untuk membimbing guru-guru yang belum berpengalaman dengan nantinya harus berada dibawah pengawasan oleh mereka yang sudah berpengalaman. Selain itu Jenjang Profesionalitas juga mengatur seberapa jauh hak seorang guru dalam memodifikasi cara mengajar, bereksperimen dengan alat bantu pengajar yang gres atau juga dalam memperluas kurikulum yang ada.
Selain mengajar, guru juga bertanggung jawab dalam membangun atmosfer akademik di dalam kelas, yang akan dibahas lebih lanjut dalam Standar Kualitas ke-3 perihal Atmosfer Akademik. Atmosfer ini sebetulnya bertujuan untuk membentuk Karakter siswa terutama berkaitan dengan nilai-nilai akademik utama yaitu perilaku Ilmiah dan Kreatif. Guru perlu menekankan nilai-nilai inti yang bekerjasama dengan pengembangan perilaku Ilmiah dan Kreatif dalam setiap kiprah yang diberikan kepada siswanya, dalam membimbing siswa memecahkan suatu problem atau juga dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa.
Untuk menetapkan model pembelajaran yang menyenangkan biar tujuan pembelajaran matematika tercapai dengan maksimal, maka harus diupayakan biar siswa lebih mengeti dan memahami bahan yang diajarkan dibandingkan harus mengejar sasaran kutikulum tanpa dibarengi pemahaman materi. Pembelajaran yang berorientasi pada siswa ini diantaranya sanggup dilakukan dengan cara mengatur anda  siswa satu per satu atau perkelompok. Penjelasan bahan dan rujukan penyelesaian soal diberikan di depan kelas secara klasikal, kemudian pada ketika siswa mengerjakan latihan guru berkeliling untuk memperhatikan siswa secara personal. Dengan cara menyerupai ini, siswa yang mempunyai kemampuan yang kurang akan mendapatkan perhatian lebih dibandingkan dengan siswa yang pintar.

Menurut Muthmainnah (MTT Makassar), mengungkapkan bahwa Matematika yang menyenangkan sanggup pula disuguhkan dalam bentuk permainan, lagu-lagu yang diciptakan sendiri atau gambar-gambtar yang memadukan angka dengan binatang atau bunga dan buah-buahan. Jika anak salah menjawab jangan pernah memarahi, menghukum atau mencela, tetap berikan kebanggaan dan kemudian mengulangi pertanyaan sambil menjelaskan balasan yang sempurna



0 comments:

Post a Comment